history of herlandhi

history of herlandhi

Sabtu, 25 Februari 2012

Super Mother

'Assalamu'alaikum wr.wb..'
'Assalamu'alaikum wr.wb..'

Rokaat terakhir saat saya sholat maghrib. Lampu di luar mushola kecil rumah Eyang saya masih belum menyala. Dan saya melupakan kalau Eyang Uti sedang tertidur pulas di kursi. Beliau hanya diam menunggu orang yang hendak menyalakan lampu karena saat itu hari memang sudah gelap. Ya, seharian itu semenjak matahari muncul ternyata beliau hanya berbaring di sebuah kursi panjang yang empuk. Sesaat setelah adzan Subuh tadi beliau masih sempat berjalan mengambil air wudhu dan sholat Subuh seperti biasanya. Tapi setelah itu, hanya berbaring.

Saya menyalakan lampu, sesaat rupanya beliau sudah berhasil duduk di kursi dengan kekuatannya sendiri. Saya duduk di depan kursi beliau sambil minum satu gelas susu coklat dingin. Berkali-kali saya amati, beliau rupanya sedang berusaha turun dari kursi, duduknya mulai bergeser, berpegangan pada kursi, meja, mengambil ancang-ancang untuk berdiri. Satu, dua, tiga, dalam hati saya menghitung, tidak berubah posisi. Beliau tidak menyerah, bertumpu pada kedua tangannya tapi tidak juga membuatnya bisa berdiri.

Saya putuskan untuk memegangi tangannya mencoba membantunya untuk berdiri, tapi dia meringis kesakitan. Bagian leher di bawah telinga kirinya dipeganginya erat-erat. Jari-jari tangan, lutut, semuanya sama. Disitulah beliau mengeluhkan sakit yang membuatnya bertahan berbaring seharian. Mungkin rasa itu bisa ia tahan sejenak, tapi rasa sakit dan linu di kakinya ketika berjalan melangkahkan kaki itu juga siap menunggunya. Padahal permintaannya sederhana. Beliau hanya mau mengambil air wudhu untuk sholat maghrib.

Saya menuntunnya menuju kamar mandi yang paling dekat dengan kursinya. Tidak sampai 5 meter saya hitung jaraknya, dan manusia normal pun pasti bisa sampai dalam waktu beberapa detik saja. Tapi tidak dengan beliau, yang usianya menginjak 79 tahun. Tulang, otot yang sudah rapuh menemaninya selalu. Menjadi sahabat setianya selama hari-hari tuanya. Jadilah perjalanan yang hanya beberapa detik saja itu, berubah menjadi puluhan menit hanya untuk berjalan. Jangan salahkan saya ataupun beliau. Ini bonus dari Allah, yang sudah memberinya usia lebih panjang dari suaminya, Eyang kakung saya.

Perlahan, selangkah demi selangkah. Pelan, sangat pelan. Berpegang pada lemari, tembok, pintu, semuanya yang ada di depannya dan akhirnya sampai di kamar mandi. Tangannya gemetaran menahan dingin karena kulitnya tidak lagi kuat dan tebal seperti dulu. Air wudhu diambil dan dia basuhkan ke muka, tangan, dan kakinya. Saya perhatikan lebih lama lagi, urutan berwudhu pun tampaknya sudah mulai terganggu. Tentu, karena ingatannya yang tidak lagi cemerlang.

Berwudhu selesai dan dia masih dihadang lagi oleh berjalan balik menuju kamarnya untuk sholat maghrib. Selangkah lagi demi selangkah, pelan, dan akhirnya sampai di kursi dimana dia biasa sholat. Hm, Eyang Uti saya sudah tidak bisa lagi sholat dengan berdiri, jadilah kursi plastik itu menjadi tempatnya mengadu pada Sang Khalik.

Perjuangannya masih berlanjut, untuk memakai mukena. Saya ambilkan mukena bersih bercorak ungu di cantelan baju. Tapi dia menolak dan lebih memilih minta diambilkan mukena usangnya yang sudah berubah menjadi berwarna kecoklatan karena saking lamanya dan banyak lubang di sana-sini karena dimakan waktu. Alasannya lagi-lagi sederhana, mukena yang baru tidak enak dipakai karena rasanya berat. Untuk memakai mukenanya itu tidak semudah kita manusia yang masih muda dan kuat. Karena tidak lagi bisa dibenarkan, mukena tidak sampai menutupi kakinya dengan sempurna. Dia tidak mudah untuk berdiri, bergerak, bahkan bergeser sedikit saja untuk memakai mukenanya dengan sempurna. Tapi saya yakin Allah Maha Mengetahui dan Memaklumi.

Beliau akhirnya bisa menunaikan sholat maghrib meskipun dengan berbagai perjuangan. Kecil, tapi itu menunjukkan betapa sudah dekatnya beliau dengan hari tuanya. Beliau hanya mau memberikan contoh yang baik pada saya, cucunya dan juga anak-anaknya.

Nama lengkapnya Yubingah. Eyang Uti saya, ibu kandung dari ibu saya. Lahir 79 tahun yang lalu dan melahirkan 11 orang anak, namun sekarang hanya 5 orang anak yang masih hidup menemaninya termasuk ibu saya. Beliau lah Super Mother yang saya maksudkan. Penuh kegigihan, selalu punya kemauan keras, hanya untuk bisa membahagiakan anak dan cucunya.

Ya Rahman, Berikanlah waktu lebih lama lagi untuk beliau melihat dunia. Berikanlah kekuatan dalam jiwa dan raganya untuk mengarungi hari dan kehidupan di masa senjanya. Untuk melihat anak-anak, menantu, dan cucunya sedikit lebih lama. :)

01.40 Waktu Bagian Laptop Pinjaman Pakde

1 komentar:

riestyrahajeng mengatakan...

merinding kem :')